Yang jahat Aku, atau Dunia?
Jadi, yang jahat sebenarnya aku atau dunia dan semestanya?
Sekian banyak hal di dunia, satu yang paling aku takutkan adalah sebuah perpisahan. “People come and go”. Kalau mau dipikir egois, lalu untuk apa ditakdirkan bertemu, jika nantinya akan dipisahkan?
Beberapa hari ini, pikiranku selalu beradu dengan perasaan. Mencoba untuk mencari jawaban pasti dari pernyataan tersebut, tapi nyatanya sampai sekarang tidak juga aku temukan pastinya.
Cuma ada 1 kalimat yang terus terucap dan muncul; Kenapa harus ada perpisahan kalau sudah dipertemukan?
Agar belajar dewasa? Atau menerima keadaan kalau memang dunia ga seindah yang aku bayangkan saat masa kanak — kanak?
Kalau ditanya aku ingin bertindak apa, rasanya ingin menolak saja. Ingin rasanya mengatakan “menetaplah bersamaku”. Tapi sangat nampak egois bila memang kupikir.
Kecemasanku akan sebuah perpisahan selalu saja menggerogoti pikiran ini. Membuatku tak nyaman untuk melihat hari esok. Rasa — rasanya ingin berhenti di hari ini, jam ini, menit ini, bahkan detik ini saja. Atau jika bisa memilih, akan kuulang saja waktu yang hanya meninggalkan memori itu.
Egois? iya egois. Tapi rasanya seperti hatimu hancur tak bersisa, hanya menahan melihat semua orang yang akan segera pergi dari kebiasaanmu.
Kadang aku berpikir, kenapa harus orang lain yang pergi. Bukan aku? Atau sebenarnya orang lain juga merasakan apa yang aku rasakan, makannya mereka memilih pergi dulu?
Muak, muak sekali memikirkan hal yang nyatanya gabisa aku pikirkan.
Jadi, siapa yang jahat? Aku atau dunia? Kalau aku yang jahat, lantas mengapa aku harus menyedihkan hal ini? Kan aku jahat.
Tapi jika memang dunia yang jahat, mengapa? Mengapa dunia harus jahat padaku. Padaku seseorang yang tidak bisa sama sekali menerima perpisahan.
………
Apa semesta ingin membuatku mengerti bahwa hidup tak selamanya akan seperti apa yang aku inginkan?
Atau mungkin, semesta ingin memberitahu padaku, jika semua ini adalah bentuk dari pendewasaan diri?
Kalau memang iya, buat aku bisa menerima jika manusia memang ditakdirkan datang untuk pergi. Buat aku mengikhlaskan jika ini memang alur dari perjalanan hidup. Buat aku pasrah akan takdir dunia.
Aku tidak mau terus menerus semakin menjadi manusia kecil, buat aku menjadi kuat dan besar. Buat aku memahami kalau hidup ga selamanya harus ada.